Melihat Kandidat Melalui APBD
“ PBD adalah cermin dari niat, anggaran adalah langkah nyata menuju janji.”.
Bung Eko Supriatno
Pilkada Serentak 2024 di Banten menawarkan kesempatan emas untuk menilai lebih dari sekadar janji kampanye yang memukau. Di tengah sorotan tajam kursi panas jabatan gubernur, pertarungan sengit antara dua pasangan calon Airin-Ade dan Andra Soni-Dimyati menjadi sorotan utama. Airin Rachmi Diany, mantan Wali Kota Tangerang Selatan, berpasangan dengan Ade Sumardi, seorang politisi senior dari PDIP, sementara Andra Soni, Ketua DPRD Provinsi Banten, bergandengan dengan Achmad Dimyati Natakusumah, mantan Bupati Pandeglang dan mantan Wakil Ketua MPR RI.
Dalam kegembiraan kampanye yang diwarnai spanduk, stiker, dan mobil boks berkeliling, sebuah pertanyaan penting muncul: apakah retorika dan visi yang ditawarkan cukup untuk menilai kualitas dan komitmen politik para calon?
Di luar semua keramaian tersebut, terdapat satu alat yang dapat memberikan penilaian objektif mengenai calon gubernur: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
APBD bukan sekadar dokumen angka yang kaku; ia adalah refleksi mendalam dari prioritas dan komitmen politik. Dengan menganalisis APBD, kita dapat menilai sejauh mana calon gubernur berkomitmen terhadap kesejahteraan rakyat dan pembangunan berkelanjutan.
Setiap angka dalam APBD menggambarkan sesuatu yang lebih dari sekadar data; ia mencerminkan tekad dan nilai-nilai yang dipegang oleh calon pemimpin. APBD berfungsi sebagai peta yang merinci bagaimana dana publik akan dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan mencapai tujuan pembangunan.
Dari alokasi anggaran untuk sektor pendidikan, yang mencerminkan perhatian terhadap generasi mendatang, hingga investasi dalam infrastruktur yang menunjukkan harapan untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, semua terungkap dalam dokumen ini.
Dengan pendekatan ilmiah, analisis APBD mengungkap kedalaman komitmen politik calon gubernur. Metodologi pertama melibatkan pemeriksaan alokasi anggaran di berbagai sektor. Misalnya, jika anggaran besar dialokasikan untuk kesehatan dan pendidikan, ini bisa menandakan niat tulus untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebaliknya, jika alokasi lebih banyak untuk belanja pegawai atau proyek-proyek besar yang kurang bermanfaat bagi rakyat, ini bisa menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara janji dan kenyataan.
Proses analisis ini mencakup beberapa metode ilmiah. Analisis deskriptif mendetailkan pembagian anggaran dan perubahan dari tahun ke tahun, mencerminkan perubahan prioritas. Selain itu, analisis komparatif membandingkan alokasi anggaran dengan program-program yang dijanjikan oleh calon. Misalnya, jika calon menjanjikan reformasi kesehatan namun anggaran untuk sektor ini menurun, ini mungkin menunjukkan perbedaan antara janji dan realitas.
Model evaluasi kinerja anggaran juga penting untuk menilai efektivitas alokasi. Model ini mengukur hasil nyata dari setiap sektor berdasarkan dana yang dialokasikan. Jika anggaran untuk infrastruktur meningkat, kita perlu mengevaluasi apakah ada perbaikan signifikan dalam kualitas jalan, transportasi, atau konektivitas yang sebanding dengan penambahan anggaran tersebut.
Data dan bukti empiris memainkan peran krusial dalam analisis ini. Laporan tahunan APBD, laporan audit keuangan, serta data kinerja program menjadi sumber informasi esensial. Analisis data ini bisa mengungkap pola-pola yang mengonfirmasi atau menolak komitmen calon gubernur. Misalnya, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan setelah tambahan anggaran dapat menunjukkan keseriusan calon dalam menangani isu-isu tersebut.
Dengan demikian, APBD bukanlah sekadar dokumen anggaran; ia adalah instrumen penting untuk menilai sejauh mana calon gubernur berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan rakyat. Dengan pendekatan ilmiah dan data yang relevan, kita bisa memahami bagaimana janji politik diwujudkan dalam bentuk alokasi anggaran yang nyata. Ini memastikan pengelolaan anggaran benar-benar mencerminkan kepentingan masyarakat, dan setiap keputusan yang diambil membawa manfaat maksimal bagi rakyat.
Di Banten, APBD sering menjadi bahan perdebatan terkait alokasinya. Kadang, jargon “prorakyat” terfokus pada program kerja tanpa memperhatikan keseimbangan alokasi anggaran. Misalnya, dalam APBD Banten 2024, alokasi belanja pegawai mencapai angka signifikan, sementara sektor pendidikan, kesehatan, dan program prioritas lainnya mendapatkan porsi yang jauh lebih kecil. Ketidakseimbangan ini mencerminkan bagaimana kebutuhan birokrasi sering kali mengalahkan kesejahteraan publik.
APBD berfungsi sebagai indikator komitmen politik yang jelas. Melalui APBD, kita bisa melihat sektor-sektor mana yang dianggap prioritas oleh calon gubernur dan bagaimana mereka berencana memenuhi kebutuhan masyarakat. Misalnya, jika calon gubernur memiliki visi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, APBD mereka seharusnya mencerminkan alokasi signifikan untuk sektor-sektor ini. Alokasi anggaran untuk pembangunan sekolah, pelatihan guru, atau fasilitas kesehatan akan menunjukkan keseriusan calon dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Demikian pula, investasi dalam infrastruktur menjadi cerminan komitmen calon pada pengembangan daerah. Calon gubernur yang berkomitmen akan mencantumkan investasi besar dalam proyek-proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan transportasi publik. Melalui analisis alokasi anggaran untuk infrastruktur, kita bisa menilai keseriusan calon dalam meningkatkan konektivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Jika alokasi untuk infrastruktur rendah sementara calon mengklaim fokus pada pembangunan, ini mungkin menunjukkan ketidaksesuaian antara pernyataan dan tindakan yang direncanakan.
Pengelolaan anggaran dan transparansi juga merupakan aspek penting. Calon gubernur yang menjanjikan pengelolaan anggaran yang efisien dan transparan seharusnya menunjukkan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang jelas dalam APBD mereka.
Anggaran yang mencakup item-item untuk audit, pelaporan, dan sistem pengawasan dapat mengungkapkan seberapa jauh calon berkomitmen pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
Menyusuri Jalan Anggaran di Provinsi Banten
Penulis mencoba mengungkapkan pandangannya mengenai Nota Pengantar Gubernur untuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Tentunya lebih dari sekadar angka dan data, pandangan ini mencerminkan harapan dan impian untuk masyarakat Banten, menjelajahi setiap ruas jalan anggaran dengan penuh perhatian.
Nota Pengantar Gubernur memberikan gambaran mendalam tentang rencana anggaran daerah yang akan datang. Tema Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2025 “Pembangunan Kolaboratif yang Inklusif Memperkukuh Masyarakat Banten yang Modern dalam Rangka Mencapai Banten yang Sejahtera, Mandiri, dan Berdaya Saing” menyiratkan aspirasi besar.
Namun, untuk mewujudkan visi ini, penjelasan lebih lanjut tentang langkah-langkah konkret dalam mencapai prioritas utama seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerataan pembangunan, dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan sangatlah penting.
Dengan total anggaran sebesar Rp11,138 triliun dan defisit sebesar Rp4,037 triliun, Banten menghadapi tantangan signifikan. Defisit ini direncanakan akan ditutup dengan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) dari tahun sebelumnya dan pengeluaran pembiayaan lainnya. Penting untuk menjaga transparansi dalam pengelolaan pajak dan bea, serta penyesuaian skema perpajakan yang tidak membebani masyarakat, demi menjaga kualitas pelayanan publik.
Penulis menghargai upaya pemerintah dalam menyusun Raperda APBD 2025, yang tampak serius dalam mengikuti peraturan yang berlaku. Namun, setiap angka dalam dokumen ini harus mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat dan visi pembangunan daerah, bukan hanya sekadar data.
Tema RKPD 2025, dengan visinya yang besar, perlu disertai dengan strategi yang jelas dan terukur. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerataan pembangunan, pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, dan tata kelola pemerintahan yang baik harus dihadapi dengan langkah konkret yang nyata dan terencana.
Struktur APBD Provinsi Banten untuk tahun 2025 menampilkan angka-angka yang penting: total anggaran Rp11,138 triliun, dengan target pendapatan Rp10,991 triliun dan belanja daerah Rp10,995 triliun, menunjukkan defisit sebesar Rp4,037 triliun. Pengelolaan defisit ini harus dilakukan dengan hati-hati, menjelaskan secara rinci penggunaan Silpa dan pengeluaran pembiayaan, tanpa membebani masyarakat.
Perubahan skema perpajakan yang berdampak pada struktur APBD memerlukan pengawasan ketat. Alokasi anggaran, dengan 31,04% untuk pendidikan, 14,41% untuk kesehatan, 27,31% untuk infrastruktur, dan 0,50% untuk pengawasan, mencerminkan prioritas pembangunan yang jelas. Namun, evaluasi berkala tetap penting untuk memastikan bahwa setiap alokasi anggaran memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat.
Dalam menghadapi angka-angka yang membentuk APBD, penulis memberikan rekomendasi yang menggambarkan harapan untuk masa depan. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip dasar pelaksanaan anggaran. Optimalisasi pendapatan daerah melalui sistem perpajakan yang efektif, serta program-program terukur untuk pengentasan pengangguran dan kemiskinan, adalah langkah penting untuk memastikan kesejahteraan masyarakat Banten.
Menjelang Pilkada, saatnya masyarakat mengevaluasi komitmen calon pemimpin dalam mengelola anggaran dan memprioritaskan kepentingan rakyat.
Evaluasi terhadap APBD memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana kandidat akan menangani isu-isu penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Pilkada bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang menuntut transparansi dan akuntabilitas, memastikan setiap keputusan mencerminkan kepentingan dan aspirasi masyarakat.
Dengan harapan dan doa, marilah kita gunakan setiap rupiah anggaran dengan bijak. Mari wujudkan kualitas hidup yang lebih baik, dengan mengedepankan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Banten. Dalam setiap angka yang tertulis, terdapat cita-cita untuk masa depan yang lebih sejahtera dan adil bagi semua.
Tentang penulis:
BUNG EKO SUPRIATNO [ Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.]
No responses yet