Membedah Terminologi Murid, Siswa, dan Peserta Didik

Avatar admin
Membedah Terminologi Murid, Siswa, dan Peserta Didik

Membedah Terminologi Murid, Siswa, dan Peserta Didik

Dalam dunia Pendidikan (baca, Pendidikan Dasar dan Menengah, Dikdasmen) sering kita mendengar kata murid, siswa, peserta didik untuk menyatakan pelajar atau anak yang sedang menuntut ilmu di bangku sekolah.

Penyebutan istilah (terminologi) yang berbeda untuk maksud yang (hampir) sama tersebut sudah biasa kita jumpai dalam lingkup Dikdasmen, biasanya untuk mengurus administrasi (Dapodik, laporan kegiatan, laporan keuangan, dsb.)

Perubahan terminologi murid, siswa, dan peserta didik tersebut biasanya dibarengi dengan perubahan kurikulum, karena dengan adanya Menteri Pendidikan yang baru juga. Pergantian menteri berganti juga kebijakan. Itu sudah biasa terjadi di Negeri ini. Mengapa demikian?

Endang Yusro, Kepala SMA Muhammadiyah Kota Serang

Ternyata meskipun ketiga terminologi tersebut terdengar hampir sama untuk menyatakan seorang anak yang sedang belajar, namun jika melihat sasaran dan tujuan yang akan dicapai dalam kurikulum bisa berbeda.

Istilah murid meski baru terdengar oleh Generasi Micin)* atau Gen Z sebenarnya sudah lebih awal muncul dalam dunia pendidikan untuk menyatakan pelajar. Namun mengalami pergantian mengikuti kebijakan.

Tambahan: )* Generasi Micin untuk menyebut Gen Z, karena serba instan.

Sekarang di era Mendikdasmen, Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M Ed. ini istilah murid muncul kembali yang tentunya ada alasan dan harapan dari istilah tersebut.

Bisa jadi Pak Menteri berharap istilah penggunaan kata murid mengajak pelajar Indonesia agar lebih berkomitmen terhadap sekolah. Hal ini merujuk pada arti murid dari Bahasa Arab yang berarti seseorang yang berkomitmen.

Kata murid juga merupakan isim fa’il dari kata arada (أراد), dimana mashdar dari kata arada adalah iradah (إرادة, yang berarti kehendak).

Salah satu komitmen murid Indonesia adalah menghormati kepala sekolah, para guru, dan pegawai sekolah sebagai orang yang lebih tua. Murid Nusantara komitmen membangun keadaban dan peradaban.

Hal ini sebagaimana disampaikan Pak Menteri pada acara Milad ke-94 Nasyiatul Aisyiyah di Jakarta (31/5/2025), yang menyinggung kehancuran suatu peradaban suatu bangsa adalah karena hilangnya rasa malu.

“Jadi kalau orang sudah tidak ada lagi rasa malu berbuat salah, tidak ada lagi rasa malu berbuat dosa, itulah kehancuran dari keadaban tersebut,” ungkap Pak Menteri.

Sementara kata “siswa” berakar dari bahasa Sanskerta, yaitu “siya” yang berarti, “Apapun yang Anda katakan, saya menerimanya”. Hal ini mengandung arti kepatuhan kepada seorang guru.

Sementara menurut Sardiman (2003), siswa adalah orang yang datang kesekolah untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan.

Pada masa ini siswa mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Selain itu juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa.

Di sini berbeda antara murid dengan siswa. Murid adalah orang yang berguru/belajar. Sementara siswa (dan pelajar) adalah pelajar pada jenjang SD-SMA.

Selanjutnya, pemerintah menggunakan kata “peserta didik”. Istilah ini muncul daam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada Kabinet Indonesia Maju, Kabinet Jokow Jilid II di bawah komando Nadiem Makarim.

Pada era Kemendikbud pemerintah mengidentifikasi masyarakat yang belajar di sekolah formal, informal. Istilah “peserta didik”  mengacu pada anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan informal, pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.  Maksudnya, istilah “peserta didik” adalah untuk siapapun.

Cakupan makna “peserta didik” sangat luas, yaitu bagi siapapun persona yang belajar di manapun. Siswa, murid, dan mahasiswa adalah peserta didik.

Bahkan taruna, santri, atau seminaris pun adalah peserta didik. Anak yang belajar les di rumah pun kita bisa menyebutnya sebagai peserta didik.

Jadi, sesungguhnya setiap anak yang bersekolah disebut siswa atau murid adalah sebuah kebebasan penggunaan kata dan makna.

Satu yang perlu dipahami dalam pemakaian mesti konsisten. Jika menggunakan kata “murid”, maka menyebut orang tuanya sebagai orang tua/wali murid, tetapi jika menggunakan kata “siswa” maka menggunakan istilah “orangtua/walo siswa”.

Begitu juga jika kita memakai peserta didik untuk anak yang menuntut ilmu, maka penyebutan orang tua/walinya pun dengan orang tua/wali peserta didik.

Begitupun jika Kementerian Pendidikan sebelumnya menggunakan istilah Dapodik, maka di era Kemendikdasmen ini menjadi Dapomugukar (Data Pokok Murid, Guru, dan Karyawan).

Hal ini merujuk pada pergantian istilah: peserta didik menjadi murid, pendidik menjadi guru, dan tenaga pendidik (tendik) menjadi karyawan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Paling Populer

Kategori

Paling Populer